Thursday, January 17, 2008

FENOMENA BIANG

Biang (Bahasa Indonesia : Anjing) adalah binatang berkaki empat yang suka menggonggong. Bagi orang Karo non Muslim daging biang yang biasa dimakan disebut B1. Sedang untuk daging Babi disebut B2. Mungkin pengertian B1 dan B2 yang muncul pada makanan khas suku Karo ini diambil dari jumlah B pada kosa kata dalam namanya.

Tidak semua merga suku diperbolehkan makan daging biang. Merga Sembiring contohnya. Tapi tidak juga semua sub merga Sembiring tidak boleh makan biang. Merga Sembiring golongan Singombak (menghanyutkan perabuan) menjadi golongan la tengka man biang (pantang makan daging anjing). Merga Sembiring yang digolongkan Singombak ini adalah Brahmana, Pandia, Colia, Guru Kinayan, Keling, Depari, Pelawi, Bunuh Aji, Busuk, Muham, Meliala, Pande Bayang, Maha, Tekang dan Kapur. Sementara golongan Sembiring yang tengka man biang (boleh makan daging anjing) adalah Kembaren, Keloko, Sipayung, Sinulaki.

Golongan Sembiring Singombak tidak diperbolehkan makan daging biang tentu ada sebabnya. Konon hal ini terjadi karena salah seorang nenek moyang merga Sembiring pernah dikejar musuhnya kemudian menyelamatkan diri dengan menceburkan diri ke sebuah sungai dan hampir tenggelam. Seekor anjing kemudian menyelamatkan orang itu dan membawanya ke seberang. Mulai dari situ Merga Sembiring Singombak berjanji untuk pantang makan daging anjing dan sungai tersebut dinamakan Lau Biang.

Lau Biang mempunyai cerita tersendiri. Siapa yang tidak tahu fenomena Gertak (baca : jembatan) Lau Biang. Gertak Lau Biang adalah jembatan yang menghubungkan kuta Batukarang, Nageri, dan Singgamanik ini adalah saksi bisu segala penindasan dan dokumen sejarah. Gertak Lau Biang menjadi tujuan dari beberapa daerah di Sumatera Utara untuk pengeksekusian orang-orang yang dianggap antek-antek Belanda dan PKI. Mereka dibunuh dengan cara biadab. Ada yang dipancung, ditikam bahkan langsung dibuang begitu saja dari jembatan itu ke sungai Lau Biang yang deras. Biasanya malam pengeksekusian dini hari. Gertak Lau Biang telah menjadi fenomena tersendiri bagi masyarakat Karo. Banyak cerita yang mewarnai fenomena tersebut. Fenomena itu menjadi misteri yang sulit untuk terungkap. Tentang Gertak Lau Biang bisa disimak di kolom Joey Bangun di website www.tanahkaro.com. Tulisan ini pernah dimuat di beberapa media daerah dan Nasional.

Biang kuta, itulah sebutan bagi anjing kampung. Di pedesaan Karo, biang kuta biasanya dipelihara dan dibiarkan berkeliaran begitu saja. Anjing-anjing itu biasanya tugasnya menjaga kesain (halaman) kuta. Jadi tiap kesain ada anjing penjaganya. Di setiap rumah orang Karo di Medan dan sekitarnya, anjing-anjing kampung ini biasanya dijadikan anjing peliharaan untuk menjaga rumah.

Tentang biang peliharaan di rumah juga punya cerita unik. Banyak nande-nande pemilik anjing di Jambur dan Losd selesai pesta adat pergi ke dapur. Biasanya mereka minta dikantongkan dalam plastik makanan sisa-sisa pesta. Jika ditanya, jawaban mereka pasti sama, “Man perpangan biangku.”

Belakangan biang tidak hanya dijadikan hewan peliharaan ataupun makanan. Namun juga kata-kata sumpah serapah pada hal-hal tidak berkenan. Biasanya diucapkan spontan sebagai bentuk emosional pada lawan bicara. Betapa malangnya nasib biang, sudah dijadikan makanan malah diucapkan sebagai sumpah serapah.

Sebuah filosofi Karo menutup tulisan ini. Bagi sinangtangi biang kicat, sinangtangisa karatna (seperti melepas anjing terjepit, yang melepaskannya malah digigitnya) artinya seseorang yang sudah ditolong malah menjatuhkan orang yang menolongnya. Hati-hati, fenomana filosofi ini banyak terjadi di masyarakat Karo.

Saturday, December 8, 2007

Kritik

Baru saja aku dan teman-teman teater gabungan permata GBKP Jakarta Palembang menyelesaikan sebuah pertunjukan yang diberi label olehku “Tabas”. Bagi orang karo, judul itu mungkin sudah bisa menebak kalau sendratari Karo kontemporer ini ada hubungannya dengan dukun atau lazim disebut guru.

Sebagai sutradara/koreografer aku tidak menyangka pertunjukan ini akan sesukses ini. Penonton terpukau dan bertepuktangan meriah untuk kami. Padahal pada saat kami pentas, suasana masih kebaktian dan dalam tata ibadah GBKP haram hukumnya jika pas kebaktian berepuktangan. Disinilah pesona salah satu karyaku, aku pikir. Thanks God!

But,
Selesai mentas, tiba-tiba seksi acara datang padaku. Dia bilang majelis gereja mengkritik pertunjukanku karena berbau mistis yang tidak layak ditampilkan di gereja. Ya Tuhan, aku pikir. Pertunjukanku sama sekali tidak ada berbau mistik. Hanya karena tarian itu diambil tari tradisi Karo maka itu dibilang mistik? Padahal dipertunjukan ini aku memerankan Jesus Christ, my savior!

Sempat aku menanggapi emosional dan mengancam akan mengundurkan diri dari posisi sutradara untuk drama Natal di gereja itu. But, mungkin ini sebagai bentuk refleks emosionalku sebagai manusia. Tapi akhirnya aku menanggapi kritik itu dengan santai. Aku menyadari orang-orang yang mengkritikku adalah orang-orang kaku dan ortodoks yang tidak bisa mengapresiasikan karya seni. Apalagi orang itu (sipengkritik) selama ini sudah merasa jadi dewa dan merasa memiliki gereja itu. Atau memang dia iri karena aku bisa mementaskan suatu karya yang begitu indahnya...hehehe...(positive thinking ajalah Joey)

Tuhanpun akan tahu siapa yang salah. Buktinya di rumahNya, aku bisa mementaskan suatu karya seni tradisi dimana begu/setan tidak datang sama sekali. Mungkin karena aku memerankan tokoh Jesus Christ itu sebagai penangkalnya.. ha..ha..ha....

Friday, December 7, 2007

/\***SYMPHONY OF HEAVEN***/\

WOMEN'S INTERNATIONAL CLUB (WIC)
Proudly Present
A Christmas Drama
SYMPHONY OF HEAVEN
(with English language)
directed by JOEY BANGUN
script writer by
JOEY BANGUN
script editor by
MEITY ROBOT
official media partner
THE JAKARTA POST
official website

Monday, December 10, 2007
10.30 AM
Caraka Loka Building (DEPLU)
Jalan Sisingamangaraja #73
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
SYNOPSIS
This is a drama about Heaven, where Ruth meets Ester and Naomi. They are discussing the birth of JesusChrist, God's Son. The angel Gabriel appears and tells them about God’s plan with the birth of His Son and the duties that he has already performed. He shows them the world where Mary meets her cousin Elizabeth. From the meeting of Mary and Elizabeth they make the conclusion what God’s plan is with the birth of His Son.
“Symphony of Heaven” is a drama of two dimensions between heaven and earth. The drama is performed by the members of the Women’s International Club and is directed by Joey Bangun.

[~TABAS~]

"Tabas biasa disebut mantra, perkataan yang diucapkan untuk mendatangkan kesaktian, kesehatan, dan kesembuhan. Diucapkan bukan oleh orang biasa, tapi orang tertentu yang biasanya disebut guru atau dukun"

TEATER GABUNGAN PERMATA KLASIS JAKARTA-PALEMBANG

dalam pementasan refleksi rohani
Sendratari Karo Kontemporer kolaborasi Teater Mini Kata
[~TABAS~]
koreografer/ sutradara JOEY BANGUN

Konsultan Ritus Tradisi Karo
EDDY SURBAKTI

Special Performance by

Juanita br Sembiring (GBKP Rawamangun)
sebagai GURU SIBASO
Zulkarnaen Batubara (GBKP Tanjung Priok)
sebagai GURU MBELIN
Sisca br Bangun (GBKP Jakarta Pusat)
sebagai NANDE ARON
Fransiska br Sinuraya (GBKP Jakarta Pusat)
sebagai ARON ERTAMBAR
dan
Joey Bangun (GBKP Jakarta Pusat)
sebagai PERMAKAN - - JESUS CHRIST

Natal Permata Klasis Jakarta-Palembang
Sabtu, 8 Desember 2007
16.00 - selesai
Gereja GBKP Jakarta Pusat

Supported by
BP GBKP Klasis Jakarta-Palembang
Permata GBKP Klasis Jakarta-Palembang
Permata GBKP Jakarta Pusat
Radio Karo Access Global
Aron Entertainment

Special Thanks to
Alm Tukang Ginting
Drs Antonius Bangun, MA
Eddy Surbakti
Advanta Tarigan
Putra Sembiring
Indah br Purba
Rieka br Barus
Permata GBKP Jakarta Pusat
Permata GBKP Rawamangun
Permata GBKP Tanjung Priok

"Aku berikan cahaya ini, sebagai refleksi hidupmu. Agar kau bisa bercermin kalau tidak akan ada lagi gelap. Gelap tidak lagi gelap. Tetapi sudah menjadi terang"
Tafsirkan pikiran dan imajinasi anda ketika menyaksikan pertunjukan absurd ini!

Wednesday, November 21, 2007

20 Tahun Eksistensi Tio Fanta Pinem

Di tulisan saya berjudul "Eksistensi Keseniman Karo" (baca di www.tanahkaro.com kolom Joey Bangun) yang pernah dimuat di sebuah media, saya menyebutkan Tio Fanta adalah Seniman Karo berkultur pop. Dia lahir bukan dari seni tradisi. Melainkan berawal dari pop kemudian merambah ke seni tradisi. Sebuah gaya yang biasa dilakukan oleh Seniman bertaraf Nasional untuk mendapat pengakuan dari daerahnya sendiri. Namun terkadang seorang Seniman Pop yang merambah ke seni tradisi sudah tidak bisa lepas lagi dari seni tradisi. Akhirnya dia tidak bisa mengangkat lagi namanya ke seni bertaraf Nasional.

Secara pribadi, saya mengenal namanya sewaktu saya masih sekolah dasar. Ketika seni lukis masih menjadi salah bakat saya. Saya pernah menonton dia menyanyi di Aneka Ria Safari di TVRI. Pada masa itu acara Aneka Ria Safari merupakan sebuah acara untuk menunjukkan eksistensi penyanyi Indonesia. Dan seorang Tio Fanta menyanyi di acara itu!

20 tahun kemudian saya baru bisa berkenalan dengan seorang Tio. Itupun karena saya diundang oleh PESIKAPI (Persatuan Seniman Karo dan Pemerhati) untuk menghadiri pesta ulang tahunnya Tio Fanta. Pertama saya mengenalnya saya yakin seorang Tio Fanta tidaklah sombong. Apalagi dia pernah mengatakan pada saya dia kagum pada sepak terjang saya, dan sering membaca tulisan-tulisan saya. Bagaimana perasaan anda jika dipuji seorang maestro?
Di saat saya pertama kali mengenal Tio Fanta, yang membuat menarik adalah, Tio Fanta lahir dari keluarga Seniman. Besar di Sidikalang tanah suku Pakpak lalu hijrah ke Yogya dan menekuni bakatnya menyanyi disana. Seluruh keluarganya mendukung karirnya.

Awal karirnya, Tio Fanta tidak menyebutkan beru Pinem dibelakang namanya. Hal ini membuat protes beberapa kalangan masyarakat Karo walau beberapa waktu terakhir dia sudah menambalkan berunya di belakang namanya. Tio Fanta tidak hanya dikenal di kalangan masyarakat Karo, namun juga masyarakat Pakpak bahkan Toba. Tio Fanta pernah menyebutkan undangan menyanyi beberapa waktu terakhir justru lebih banyak di kalangan masyarakat Batak dibanding Karo. Mungkin itu sebabnya musisi Viky Sianipar merekrutnya menjadi salah satu penyanyinya. Selain dengan Viky, Tio Fanta pernah berkolaborasi dengan musisi Batak lainnya seperti Charles Simbolon. Bahkan dia pernah menyanyi lagu dari daerah Nusa Tenggara Timur.

Karir Tio Fanta tidak lepas dari suami tercinta Isfridus Sinulingga. Isfrid bukan orang biasa. Dia berdarah biru. Cucu dari Sibayak Lingga terakhir Raja Kelelong Sinulingga pewaris Pisau Bawar lambang supremasi kerajaan Lingga. Isfrid memberikan kepercayaan diri penuh pada Tio Fanta dalam menapaki karirnya. Hal ini sangat diperlukan pengertian dan perhatian jika kita mempunyai pasangan seorang Seniman.

Salah satu sifat sosialnya yang tinggi, ketika dia mendengar ayah saya tercinta meninggal dunia tahun lalu. Bentuk perhatiannya diberikannya sebuah karangan bunga besar untuk menghormati kepergian ayah saya itu. Walau saat itu saya sedang berduka, namun saya cukup bangga ketika orang-orang di Jambur Namaken bertanya apa hubungan saya dengan seorang Tio Fanta.

Seluruh masyarakat Karo tahu siapa Tio Fanta, dan juga eksistensinya. Itulah sebabnya kita tidak perlu terkejut jika konser menyambut dua dekade ini digelar. Paling tidak inilah bentuk penghargaan yang pernah dibuatnnya. Terlebih untuk perkembangan musik masyarakat Karo. Musisi Karo dan di luar Karo akan ambil bagian. Buku biografi perjalanan karirnya akan diluncurkan. Tentu saja ini akan menambah khazanah kesusasteraan Karo.

Mari kita sambut dan dukung penuh konser Tio Fanta "Dua Dekade Menguntai Nada!" Dan membarikan apalaus bagi sang maestro ketika mengakhiri semua dengan suara emasnya.

Joey Bangun
Seniman Karo

Jakarta, 221107 07.24

Tuesday, October 23, 2007

Magang Produksi Drama Natal


GBKP Jakarta Pusat akan memproduksi sebuah drama Natal berjudul A CHRISTMAS CAROL yang diangkat dari novel karya Charles Dickens (penulis Oliver Twist). Kemudian novel ini diterjemahkan, diadaptasi, lalu didramaturgi oleh Joey Bangun dalam bentuk drama musikal.

A CHRISTMAS CAROL akan dibawakan secara kolosal dengan gaya Opera Broadway. Didukung oleh nyanyian dan tarian yang dibawakan oleh pemain yang berjumlah kurang lebih 25 orang. Selain itu Councino Choir akan mengisi dengan 3 lagu yang didukung oleh ilustrasi musik Mini Orchestra/Chamber yang direncanakan akan dipimpin oleh Conductor Fitra Barus.

Drama ini bersetting di kota London tahun 1843. Mengisahkan tentang seorang Saudagar/Duke bernama Eben Ezer Scrooge yang tidak menghargai tentang arti hari Natal. Semuanya kemudian berubah dalam waktu semalam ketika dia bertemu dengan malaikat natal masa lalu (Angel of Christmas Past), malaikat natal masa sekarang (Angel of Christmas Present), dan malaikat natal masa depan (Angel of Christmas Yet). Drama ini beraliran komedi Satire yang mengupas banyak sindiran-sindiran sosial dan psikologi dalam realita masa kini.

Akan dipentaskan dalam bentuk teater dengan dialog dibawakan secara 'live' (tidak lysinc/rekaman) dan juga nyanyian secara full dinyanyikan secara live oleh 30 orang pengisi acara. Karena bersetting di kota London di era tahun 1800an maka set dekorasi, kostum, dan make up akan disesuaikan dengan zamannya. Menggunakan efek visual seperti salju dan asap. Efek sound seperti angin, suara kuda, lonceng gereja, dan lain-lain. Menggunakan tata lampu/cahaya seperti fiber optic step light, Spot light, Blitz light.

A CHRISTMAS CAROL diproduksi oleh GBKP Jakarta Pusat dengan tim penyutradaraan

Sutradara : Joey Bangun
CO-Sutradara : Sisca br Bangun
Asisten Sutradara 1 : Triyunita br Pakpahan
Asisten Sutradara 2 : Amelia br Purba


MAGANG
Dengan keinginan melayani dengan bakat dan kesempatan yang telah diberikan oleh yang Kuasa. Maka kami tim kreatif GBKP Jakarta Pusat membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk semua gereja GBKP dari berbagai runggun untuk ambil bagian dalam magang proses produksi drama Natal A CHRISTMAS CAROL.
Dari magang ini setiap peserta magang diharapkan dapat mempelajari :
- Teknik penyutradaraan drama/teater secara profesional
- Seni akting/teknik memancing emosi pemain
- Teknik tata panggung/ Set Dekorasi
- Ilustrasi Musik dalam Teater
- Nyanyian dan Tarian dalam pengaturan ritme drama
- Efek Visual dan Sound dalam teater
- Tata lampu/lighting dalam teater (misalnya membedakan suasana siang dan malam)
- Tata Kostum/Wardrobe
_ Make Up Artist/Karakter
- Job Desciption produksi teater : Sutradara, Co-Sutradara, Asisten Sutradara 1, Asisten Sutradara 2, Pimpinan Produksi, Art Director/Penata Artistik, Music Conductor, Effect Director, Koreografer, Stage Manager.

Diharapkan setelah melalui proses magang ini. Apa yang telah dipelajari dapat dipakaikan untuk pengembangan pelayanan di bidang drama di gereja kita masing-masing. Dan kami tidak menutup kemungkinan kalau A CHRISTMAS CAROL dapat dipentaskan juga di gereja peserta magang dengan produksi peserta magang (setelah mendapat lisensi ijin dari Tim Kreatif GBKP Jakarta Pusat).

Syarat Peserta Magang A CHRISTMAS CAROL :
- Mewakili gereja GBKP dari berbagai runggun (maksimal 5 runggun dengan delegasi 2 orang. Jadi 5 runggun pendaftar pertama adalah peserta magang)
- Peserta Magang tidak dipungut biaya apapun
- Peserta Magang tidak dibayar dalam bentuk apapun.
- Peserta Magang berhak ikut serta membantu proses penyutradaraan
- Peserta Magang berhak ambil bagian dalam drama A CHRISTMAS CAROL dan untuk sementara posisi yang ditawarkan adalah sebagai STAGE MANAGER
- Jadwal latihan mulai Minggu tanggal 28 Oktober 2007, dan selama bulan Nopember 2007 setiap hari Minggu jam 6 sore di GBKP Jakarta Pusat. Mulai Desember latihan 2 kali seminggu dengan intensitas latihan 12-15 kali latihan sebelum pementasan.
- Pementasan A CHRISTMAS CAROL akan diadakan tanggal 24 Desember 2007 jam 18.00 WIB di GBKP Jakarta Pusat. Peserta Magang tidak diharuskan hadir dalam pementasan ini. Namun untuk peserta magang yang sudah ambil bagian baik sebagai Stage Manager maupun yang lain wajib hadir dan berperan serta.
- Peserta magang tidak diwajibkan apapun kecuali menjaga ketertiban selama proses latihan.

Untuk informasi & Pendaftaran Magang :
(021) 68474979
atau joeybangun@yahoo.com

Demikian informasi ini kami beritahukan dan disebarluaskan. Semoga kita semua bisa memanfaatkan kesempatan untuk pengembangan gereja kita GBKP dan juga kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus.

Hormat kami

Joey Bangun
Ketua Tim Kreatif
GBKP Jakarta Pusat
Jalan Swadaya V no. 56 Jakarta Pusat 10650
http://www.gbkpjakartapusat.org/
//joeybangun.blogspot.com

Wednesday, October 17, 2007

Dina (3 IPS1)

guys,
Semalam aku ketemu teman kita Dina (3 IPS1) di Cafe O La La di Djakarta Theater kawasan Thamrin. Inilah kali pertamanya aku ketemu Dina setelah hampir 10 tahun tidak bertemu! Intinya, Dina ngotot ketemu aku karena smsku tentang info FTVku sampai di telepon genggamnya. Dina ingin mengenalkan temannya seorang "Filmmaker" denganku.

Dina memang tidak berubah. Gayanya yang agresif tidak berubah sejak kami sekelas dulu (btw Dina dan aku sekelas di kelas 1.5 dan 2.5). Sejam setengah kami ketawa ketiwi dan seolah tidak ada yang bisa memberhentikan kami. Dan kabar yang paling gress yang membuat aku sedikit terkejut, Sabtu ini Dina akan menikah dengann seorang Jerman di Medan!

"Jerman mana pulak yang mau sama Dina?" pikirku dalam hati sambil tersenyum geli padanya. Katanya, teman-temannya satu kantor menjodohkanya dengan si Jerman. Intinya, si Jerman satu perusahaan dengannya. Sampai cewek kita ini bertutur dia pernah pergi ke Jerman dan bertemu Eka Rani (3 IPS1) yang sedang bersekolah disana. Tutur Dina lagi, Eka Rani sudah pindah ke Hawaii untuk melanjutan S3nya. Gile bener ini cewek sekolah nggak kira-kira, ke ujung dunia pun kujalani.

Dina mengundang semua teman-teman semua terutama yang berdomisili di Medan untuk datang di hari pernikahannya. Siapa tahu kawan sekalian ada kepincut dengan adik si Jerman...hehehe. .

Percakapan kami terhenti waktu Aswin (3 IPA4) masuk ke ke dalam Cafe dan duduk di sebelah Dina. Aswin sedang berada di Jakarta, transit sebelum ke Manado untuk mengurus bisnisnya. Jadilah kami reunian mini, bercanda dan bercerita. Sebelumnya aku dapat informasi Aswin sedang berada di Jakarta dari Melvin yang sedang berkumpul dengan gank semacam Kristanto, Andri Sibarani, Rudi Hasiolan di rumah Kristanto.

Percakapan kami semakin hangat waktu muncul 2 teman Dina. Satu perempuan (ntah kenapa aku lupa namanya) dan Patar (Filmmaker lulusan sekolah film Canada). Obrolan makin nyambung waktu ngobrol tentang film dengan Patar. Sayangnya bukannya aku yang diajari Patar (yang lulusan luar negeri itu) malah aku pulak yang banyak bercerita dan menjelaskan tentang perfilman Indonesia padanya. Cape deh....

Akhirnya perjalanan kami lanjutkan ke kawasan wisata malam jalan Jaksa, yang konon tempat nongkrongnya Dina...suit- ..suit.. Di sebuah Cafe kami bermain Domino sambil menegak beberapa pitcher bir. Di kawasan ini memang banyak bulenya... jangan-jangan. ..

Jam 10 kami berpisah, tapi sayangnya bukan happy ending yang didapat di perpisahan ini. Pasalnya Dina menodong kami untuk ongkos bayar taksi.......

Hahaha.... Jerman bo...

Sunday, October 14, 2007

Pet Ngerana

Oleh Joey Bangun

Saya tertawa kecil melihat tingkah teman saya yang berulangkali mengusap keringatnya dengan saputangan. Maklum, teman saya itu menjadi bintang di pesta siang itu. Dia mengundang saya di hari pernikahannya yang diadakan di sebuah gedung wilayah Ragunan Jakarta Selatan.

Setiap acara demi acara diikutinya dengan penuh semangat. Dari pemberkatan di gereja sampai kerja adat. Namun kerja adat ini merupakan puncak kelelahan dari teman saya ini. Selain di sepanjang acara dia harus mengenakan ose pakaian adat yang konon sangat berat dan membuat kita kaku untuk bergerak, dia harus mengikuti proses adat Karo yang penuh dengan tata aturan turun temurun.

Nyaris satu jam dia berdiri dengan pasangannya sambil mendengar pedah-pedah dari Kalimbubu. Semua pihak Kalimbubu berganti bicara. Seolah corong Mic yang dipegang oleh pihak Anak Beru yang didaulat sebagai MC tidak boleh dibiarkan kering. Tentu saja semuanya harus didengarkan dengan baik oleh pihak Sukut, terutama teman saya yang punya hajatan ini. Kalau tidak mendengar, atau paling tidak duduk sambil mendengar, tentu saja akan dianggap tidak menghargai pihak Kalimbubu yang berjuluk Dibata Ni Idah itu. Dan secara adat Karo, itu haram hukumnya.

“Hhhh, betul-betul adat Karo ini penuh dengan bicara. Kau lihat itu tadi Joey, semuanya mau bicara. Padahal yang mereka bilang itu-itu aja. Terlalu bertele-tele aku lihat. Kenapa enggak satu orang aja yang bicara mewakili satu Sangkep Nggeluh,” kata teman saya itu ketika menghampiri saya yang sedang asyik merokok di pojok ruangan.

“Itu namanya adat Karo, teman. Kalau tidak banyak bicara bukan adat Karo namanya. Justru dengan banyak bicara itulah ciri khas adat kita,” jawab saya enteng sambil mematikan rokok di tong sampah dekat saya berdiri.

“Kau enak saja ngomong. Kau belum kawin. Coba kau kawin nanti, kau pasti mengeluh juga ngikutin adat bertele-tele gitu.” kata teman saya itu lagi.

“Ah masa sih?” kata saya tertawa sambil menepuk-nepuk pundaknya,”Temani gadismu itu. Jangan kau lama-lama disini. Disangkanya nanti kau tidak lagi sayang padanya. Kau harus menjadikannya seorang putri malam ini. Jangan kau banyak mengeluh, hilang pula moodnya nanti.”

Teman saya tertawa mengangguk pada saya. Saya hanya memandang kepergiannya sambil berpikiran bagaimana dengan saya nanti. Mungkin tahun depan saya akan mengalami hal sama seperti teman saya. Mungkinkah saya akan mengeluh sama seperti teman saya tadi. Dan menyalahkan adat Karo dengan budaya banyak bicaranya. Dan kalau saya tidak menggunakan adat dalam menikah, tentu saja saya akan dicap sebagai anak tidak tahu adat dan tidak beradat!

Budaya Pet Ngerana
Budaya pet ngerana atau suka berbicara sudah menjadi tradisi pada masyarakat Karo. Dia hadir karena merupakan kebutuhan adat. Dan memang berbicara merupakan bagian dari adat Karo itu sendiri. Semua pedah-pedah dari Sangkep Nggeluh harus didengarkan dengan baik. Konon kalau tidak ada Sangkep Nggeluh berbicara (baca : berikan pedah) dianggap belum ada pasu-pasu dari Sangkep Nggeluh.

Namun sayangnya budaya berbicara ini untuk sebagian orang dianggap terlalu berlebihan. Terkadang terlalu over untuk kondisi tertentu. Misalnya seperti yang dialami saudara saya ketika ayahnya meninggal.

Mulai dari pagi keesokan harinya dilaksanakan upacara adat kematen di sebuah Jambur di daerah Padang Bulan. Mulai dari pagi pula teman saya itu dan segenap anggota keluarganya mengikuti upacara adat ini. Mulai dari pagi pula teman saya itu harus menari sambil diiringi gendang lima sedalinen. Mulai dari pagi pula teman saya itu harus mendengarkan pedah-pedah sangkep nggeluh, sambil menari dan diiringi gendang tradisional Karo itu. Dan hebatnya, ini mulai berlangsung dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore! Dan hanya diselingi 1 jam untuk makan siang. Dalam posisi yang berduka cita, dia harus mengikuti semua sesi tari adat kematen. Dan setiap sesi tari bisa memakan waktu minimal setengah jam.

Tentu saja yang lama disini bukan proses menarinya. Namun pada saat momen berbicara dari Sangkep Nggeluh. Saya bisa menghitung rata-rata satu sesi Sangkep Nggeluh yang berbicara bisa 5 sampai 10 orang. Padahal yang berdiri ada 20 orang. Kalau sampai 20 orang yang berbicara dengan rata-rata berbicara 5 menit, mungkin saja saudara saya itu dan anggota keluarganya akan pingsan!

“Orang sudah berdukacita begini, malah dipaksa menari capek-capek sambil mendengar ocehan mereka. Apa mereka tidak punya hati dan kasihan?!!” kata saudara saya dengan kesal pada saya. Saya maklum padanya karena saya pernah mengalami hal yang sama saat ayah tercinta meninggalkan kami tahun lalu.

Sebenarnya adat berbicara ini bisa dipermudah. Misalnya setiap sesi Sangkep Nggeluh yang berbicara mewakili hanya satu orang, yang mewakili dari yang paling senior atau dituakan. Dan cukup hanya satu orang.

Tapi adat Karo berbeda. Seseorang tidak puas kalau dia tidak berbicara. Padahal yang diucapkannya, isi dan pedah sama persis dengan yang diucapkan orang-orang sebelumnya. Hanya untuk menghormati dan menghargai dia sebagai sesepuh adat. Tidak lengkap rasanya kalau seseorang itu belum bicara.

Lucunya pernah saudara saya menari dengan saya pada saat kami didaulat pihak Anak Beru untuk ke depan. Sambil mendengar pedah-pedah orang-orang yang posisi Sangkep Nggeluhnya sama dengan kami, saudara saya menggerutu, “Ngeranai je lalap. E lalap katakenna. La tehna kita enggo latih cinder jenda.”

Yang membuat lucu ketika giliran saudara saya itu didaulat untuk berbicara, malah dengan senang hati dia menerima Mic yang disodorkan padanya dan berbicara dengan gamblang tanpa pengertian pada kami yang sudah merasa kecapekan.

Satu kesimpulan kecil yang bisa ditarik disini. Orang Karo akan senang bila didaulat untuk berbicara. Justru dia tidak senang jika melihat orang terlalu banyak bicara.

Pemaparan tulisan ini tentu saja harus ditarik sebuah kesimpulan matang untuk pelestarian budaya ke depan. Budaya berbicara tetap tidak bisa dipisahkan dari khazanah budaya Karo. Namun budaya bicara harus disesuaikan oleh individu-individu yang terlibat dalam menyikapi situasi dan kondisi tertentu.

Misalnya pada saat mengadakan upacara adat kematen, kita harus pengertian dengan yang sedang berdukacita. Staminanya pasti sudah menurun pada saat musibah menimpa dia. Sekarang malah kita paksa dia berdiri, menari, sambil mendengar kita berbicara dengan tingkah sok bijaksana. Betapa kasihannya dia.

Mungkin perlu dibuat penyederhanaan adat berbicara ini. Misalnya setiap sesi mewakili Sangkep Nggeluh hanya satu orang yang mewakili untuk berbicara. Apakah itu tokoh senior, sesepuh dalam posisi di Sangkep Nggeluh, atau siapapun itu. Ini cukup mewakili semua pihak yang berdiri bersamanya. Kalau ini terjadi, mungkin tidak akan menyita waktu atau tidak membuat bosan dan capek pihak Sukut atau pihak-pihak lain yang terlibat.

Penyederhanaan adat menjadi kesimpulan kita sebagai pelaku-pelaku adat dalam menyikapi kekayaan yang dimiliki kebudayaan Karo. Di zaman yang berkembang ini, kita tidak bisa terpaku dengan pola adat yang memang bukan hidup di zamannya lagi. Disinilah pentingnya kita dalam memilah-memilah.

Bujur ras Mejuah-juah kita kerina

Batavia, 180907 11.50

DUNIA KECIL (MD Entertainment)

Diadaptasi dari film "Honey, I shrunk the kid" MD Entertainment mempersembahkan sebuah mini seri berjudul "Dunia Kecil". Mini Seri berdurasi 2 jam ini dibintangi oleh Marsya Aruan, Kesha Ratulio, Unang Bagito, Bemby Patuanda, Dewi Siska.

Film ini menggunakan efek, grafis, dan animasi yang berbeda dengan film/sinetron Indonesia umumnya. Disutradarai oleh sutradara asal India, Jogie Dayal. Di Film ini saya (Joey Bangun) berposisi sebagai asisten sutradara.

FTV "DUNIA KECIL" tayang di SCTV selama 2 hari dalam 2 episode :
Sabtu, 13 Oktober 2007 jam 9 pagi &
Minggu, 14 Oktober 2007 jan 7.30 pagi

DUNIA KECIL produksi MD Entertainment

Arya : Bemby Patuanda
Indra : Unang Bagito
Maya : Dewi Siska
Irma : Yoelita Pallar
Andien : Marsya Aruan
Teddy : Brody
Kesha : Kesha Ratulio
Tommy : Baron Yusuf Siregar

PRODUCER
Manoj Punjabi
Dhamoo Punjabi

LINE PRODUCER
Kishin

DIRECTOR
Jogie Dayal (India)

CO-DIRECTOR
Asep Septian

1st ASSISTANT DIRECTOR
James Michael

2nd ASSISTANT DIRECTOR
Joey Bangun

SCRIPTMAN
Yaya Kuningan

DIRECTOR OF PHOTOGRAPHY
Roy Pakasi

ASSISTANT CAMERA
Mamat & Dian

CHIEF LIGHTING
Joshua

SCREEN WRITER
Sabrina Firdaus

ART DIRECTOR
Wawan Art

WARDROBE
Ani & Fida

MAKE UP
Bertha & Nabila

UNIT MANAGER
Junjun Simatupang

ASSISTANT UNIT
Cupu & Imelda Pohan